Saya tak pernah membayangkan ternyata menjadi
dewasa, sesulit ini. Dulu saya sering membaca buku-buku yang hampir semuanya
berkisah tentang masa anak-anak atau remaja. Sepertinya usia dewasa itu hanya
identik dengan masa memilih pasangan, lalu menjadi orang tua, sudah. Kemudian kisah
peran utamanya akan dilanjutkan oleh si anak yang kemudian beranjak remaja,
karena usia dewasa dirasa sudah tak lagi menarik.
Tetapi nyatanya kini, saya telah berada di usia
dewasa. Beberapa ahli berpendapat usia saya ini berada di masa usia dewasa muda
atau dewasa awal. Banyak tugas perkembangan yang harus dijalani di usia ini,
namun saya tak ingin membahasnya disini. Bagi saya masa-masa ini adalah saat
dimana saya dituntut untuk selalu mengalah, dituntut untuk selalu mementingkan
orang lain terlebih dahulu jauh di atas kepentingan saya sendiri, dan masa
dimana saya harus selalu tampil “sempurna”.
Mengapa saya bilang bahwa usia ini kita dituntut
sempurna? Karena tidak ada lagi toleransi yang berlaku di usia dewasa. Semua sudah
harus sesuai dengan porsinya, atau harus sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan umum
yang berlaku di masyarakat. Mungkin semua tahapan usia pun juga harus sesuai
dengan bagaimana seharusnya atau sesuai dengan tahapan perkembangannya. Namun jika
pun toh ada yang tidak sesuai, maka akan banyak toleran yang muncul. Mungkin ada
yang akan bilang “maklumlah, masih anak-anak,..”, atau “wajar namanya juga remaja..”. maka selesailah
semua perkara ketika kalimat-kalimat “kewajaran” itu muncul. Tetapi apakah
demikian halnya dengan kasus yang ada pada usia dewasa?? Tidak.., semua kata-kata
itu sudah tidak lagi berlaku. Karena masa dewasa adalah masa “kesempurnaan”
yang mana sudah tak ada lagi simpatisan-simpatisan yang muncul membela kita.
Itulah mengapa saya begitu takjup dengan masa ini.
Walaupun banyak orang bilang bahwa masa pencarian dan masa penyesuaian ada pada
masa remaja, namun baru sekarang lah saya merasa benar-benar mulai melangkah ke
tempat yang sama sekali berbeda dimana
saya dituntut untuk melakukan penyesuaian diri yang sebenar-benarnya. Ketika saya
sudah lebih banyak memikirkan dan melakukan kegiatan sehari-hari saya daripada
beraktivitas di media social, ketika saya lebih banyak mengurusi orang-orang di
sekitar saya daripada mengurus diri sendiri, dan ketika saya harus mengorbankan
banyak keinginan dan cita-cita saya yang saya buat di usia sebelumnya demi
kebaikan bersama.
Ada kalanya saya ingin menjerit dan berkata “saya
belum siapp..! sudahkah saya harus memikirkan ini semua??” tapi jeritan itu
hanya ada dalam batin saya, dan kemudian harus saya bungkam sendiri dengan
helaan napas dan kedewasaan. Kedewasaan itu sendirilah yang akhirnya menenangkan
saya dari jeritan-jeritan yang membelenggu jiwa saya. Kedewasaan pula yang
kemudian menyadarkan saya bahwa sudah bukan saatnya lagi saya meratapi semua
keadaan, namun harus segera bergerak menghadapinya, kedewasaan jugalah yang
kemudian melatih diri saya sendiri untuk menerima segalanya dengan penuh rasa
syukur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar