Selasa, 26 Agustus 2014

Aku Beranjak Dewasa

Sesuai dengan judul postingan di atas, cuman mau share lirik lagu Sherina di albumnya yang berjudul My Life (2002) yang tak henti-hentinya membuatku menangis bombay setiap kali mendengarnya. Walau sudah puluhan kali diputar, tetap saja lirik dan lantunan nadanya membuat air mata ini tak kuasa untuk ditahan.

check this out..:

Aku beranjak Dewasa
Di malam yang sunyi dan sesenyap ini
Dapatkah kumohon pada yang Esa..
Masihkah tampak manis raut wajahku
Masihkah seputih kapas dihatiku
Bilakah tak kukoyak mata hatiku
Oh mungkinkah….
Begitu besarnya kasih-Mu untukku
Karunia darimu setiap waktu
Tanpa-Mu takkan indah jalan hidupku
Tanpa-Mu takkan mudah nikmat riskiku
Karena-Mu selalu bersyukur saat ini
Kuberanjak dewasa…
Semoga hidup ini
Kulalui dengan hati yang seterang bintang-bintang
Indah bertaburan
Tanpa kecewa, amarah, prasangka
Oh..
Dan semoga selalu kujalani perintah-Mu
Tuhan bimbinglah diriku
Penuh Kasih, Yang Maha Pengasih
Doa aku selalu…
Tanpamu takkan indah jalan hidupku
Tanpamu takkan mudah nikmat riskiku
Karena-Mu selalu bersyukur saat ini
Kuberanjak dewasa…
Semoga hidup ini
Kulalui dengan hati yang seterang bintang bintang
Indah bertaburan
Tanpa kecewa, amarah, prasangka
Oh..
Dan semoga selalu kujalani perintah-Mu
Tuhan bimbinglah diriku
Penuh Kasih, Yang Maha Pengasih

Doaku di malam ini..

Menjadi DEWASA

Saya tak pernah membayangkan ternyata menjadi dewasa, sesulit ini. Dulu saya sering membaca buku-buku yang hampir semuanya berkisah tentang masa anak-anak atau remaja. Sepertinya usia dewasa itu hanya identik dengan masa memilih pasangan, lalu menjadi orang tua, sudah. Kemudian kisah peran utamanya akan dilanjutkan oleh si anak yang kemudian beranjak remaja, karena usia dewasa dirasa sudah tak lagi menarik.

Tetapi nyatanya kini, saya telah berada di usia dewasa. Beberapa ahli berpendapat usia saya ini berada di masa usia dewasa muda atau dewasa awal. Banyak tugas perkembangan yang harus dijalani di usia ini, namun saya tak ingin membahasnya disini. Bagi saya masa-masa ini adalah saat dimana saya dituntut untuk selalu mengalah, dituntut untuk selalu mementingkan orang lain terlebih dahulu jauh di atas kepentingan saya sendiri, dan masa dimana saya harus selalu tampil “sempurna”.

Mengapa saya bilang bahwa usia ini kita dituntut sempurna? Karena tidak ada lagi toleransi yang berlaku di usia dewasa. Semua sudah harus sesuai dengan porsinya, atau harus sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan umum yang berlaku di masyarakat. Mungkin semua tahapan usia pun juga harus sesuai dengan bagaimana seharusnya atau sesuai dengan tahapan perkembangannya. Namun jika pun toh ada yang tidak sesuai, maka akan banyak toleran yang muncul. Mungkin ada yang akan bilang “maklumlah, masih anak-anak,..”, atau  “wajar namanya juga remaja..”. maka selesailah semua perkara ketika kalimat-kalimat “kewajaran” itu muncul. Tetapi apakah demikian halnya dengan kasus yang ada pada usia dewasa?? Tidak.., semua kata-kata itu sudah tidak lagi berlaku. Karena masa dewasa adalah masa “kesempurnaan” yang mana sudah tak ada lagi simpatisan-simpatisan yang muncul membela kita.

Itulah mengapa saya begitu takjup dengan masa ini. Walaupun banyak orang bilang bahwa masa pencarian dan masa penyesuaian ada pada masa remaja, namun baru sekarang lah saya merasa benar-benar mulai melangkah ke tempat yang  sama sekali berbeda dimana saya dituntut untuk melakukan penyesuaian diri yang sebenar-benarnya. Ketika saya sudah lebih banyak memikirkan dan melakukan kegiatan sehari-hari saya daripada beraktivitas di media social, ketika saya lebih banyak mengurusi orang-orang di sekitar saya daripada mengurus diri sendiri, dan ketika saya harus mengorbankan banyak keinginan dan cita-cita saya yang saya buat di usia sebelumnya demi kebaikan bersama.


Ada kalanya saya ingin menjerit dan berkata “saya belum siapp..! sudahkah saya harus memikirkan ini semua??” tapi jeritan itu hanya ada dalam batin saya, dan kemudian harus saya bungkam sendiri dengan helaan napas dan kedewasaan. Kedewasaan itu sendirilah yang akhirnya menenangkan saya dari jeritan-jeritan yang membelenggu jiwa saya. Kedewasaan pula yang kemudian menyadarkan saya bahwa sudah bukan saatnya lagi saya meratapi semua keadaan, namun harus segera bergerak menghadapinya, kedewasaan jugalah yang kemudian melatih diri saya sendiri untuk menerima segalanya dengan penuh rasa syukur.